PPID Pusat Standardisasi Instrumen Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian Republik Indonesia

PPID Pusat Standardisasi Instrumen Peternakan dan Kesehatan Hewan

Peluang Pengembangan Itik Alabimaster-1 Agrinak




Prospek pengembangan usaha itik Alabimaster-1 Agrinak (Alabio terseleksi) di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) dan Hulu Sungai Tengah (HST) Provinsi Kalimantan Selatan sangat besar dengan daya dukung wilayah sebagian besar merupakan lahan rawa. Kabupaten HSU telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit itik Alabio sesuai Kepmentan Nomor: 4436/Kpts/SR.120/2013 meliputi Kecamatan Amuntai dan Sungai Pandan.
Focus Group Discussion
FGD diawali dengan ucapan selamat datang dari Kepala Dinas Pertanian HSU (Diwakili oleh Sekretaris Dinas Pertanian). Pada kesempatan tersebut, disampaikan bahwa populasi itik alabio di Kabupaten HSU mencapai 1.494.715 ekor dan produksi telur mencapai 9.975 ton. Sumber bibit itik Alabio  di HSU meliputi Kecamatan Amuntai dan Sungai Pandan. FGD dibuka oleh Kepala Puslitbangnak (diwakili oleh Prof. Dr. Sjamsul Bahri), dalam arahannya disampaikan bahwa Kabupaten HSU merupakan wilayah yang potensial untuk pengembangan itik Alabio dengan daya dukung 85% merupakan lahan rawa. Dengan ditetapkan HSU sebagai wilayah sumber bibit, hal ini perlu diikuti dengan dampak ekonomi bagi peternaknya. Diperlukan suatu kajian analisis ekonomi, untuk mengetahui kelayakan usaha itik dan peluang pengembangannya dari hulu-hilir.


Selain FGD, pengumpulan informasi dilakukan dengan kunjungan lapang ke 5  yang bergerak pada, usaha pembibitan dan penetasan. Produk usaha pembibitan adalah telur tetas, sedangkan produk usaha penetasan adalah anak itik (/DOD). Terdapat kerjasama antara peternak pembibit dan penetasan dalam bentuk kontrak yaitu telur yang ditetaskan hanya yang berasal dari peternak pembibit pembuat kontrak.

Hasil kunjungan di Kab. HST adalah sebagian besar peternak memelihara itik sebagai penghasil telur konsumsi. Pada umumnya pemeliharaan itik di Kab. HST dimulai dengan membeli itik Alabio untuk dikawinkan dengan itik Mojomaster-1 Agrinak sehingga menghasilkan telur tetas itik Master. Telur tersebut kemudian ditetaskan dan menghasilkan DOD itik Master. Selanjutnya DOD itik Master dipelihara oleh pelaku usaha pembesaran di wilayah Kab. HST sampai umur 4-5 bulan dan siap dijual sebagai itik dara (siap bertelur). Selanjutnya itik-itik dara tersebut dijual kepada peternak penghasil telur. Namun, tidak semua peternak pembesaran menjual itik-itiknya pada periode siap telur, karena ada pula peternak yang memliharanya sampai akhir periode bertelur dan menjual itiknya pada periode afkir. Peternak pembeli itik Master dara adalah peternak penghasil telur konsumsi. Oleh karena itu, untuk ternak pengganti induk-induk yang sudah memasuki periode afkir () dilakukan dengan membeli lagi itik Alabio di Kab. HSU.

Berdasarkan informasi di lapangan pula bahwa pengembangan itik Master terjadi di wilayah Kab. HST, sehingga tidak perlu khawatir terhadap kemurnian itik Alabio yang ada di wilayah Kab. HSU. Selain itu, itik Master adalah itik hibrida (F1) dari Alabio betina dan Mojosari jantan, sehingga hanya sebagai penghasil telur konsumsi (tidak untuk ditetaskan lagi) dan itik harus diafkir (dipotong) setelah periode bertelur berakhir. Dengan demikian, perkembangan itik Master secara tidak langsung akan menjadi salah satu upaya konservasi itik Alabio. (REP/PR)

https://peternakan.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-teknologi/48662-yuk-disimak-peluang-pengembangan-itik-alabimaster-1-agrinak